BANTEN | TR.CO.ID
Pengamat Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul, mengkritisi dugaan penyalahgunaan kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah (Sosper) yang dianggap menjadi modus penggerogotan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Adib, kegiatan Sosper yang semestinya membahas Peraturan Daerah (Perda) justru berubah menjadi ajang pemberian materi wawasan kebangsaan tanpa relevansi langsung dengan legislasi yang tengah disusun. Hal ini diungkapkannya saat diwawancarai oleh bantenraya.co pada Rabu (18/12/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Praktiknya di lapangan, Sosper hanya sebatas penyampaian wawasan kebangsaan seperti empat pilar demokrasi, bukan membahas Perda yang akan disahkan DPRD,” jelas Adib.
Ia menyesalkan bagaimana kegiatan yang seharusnya menjadi ruang diskusi produktif tersebut berubah menjadi ajang pemberian uang transportasi dan konsumsi kepada peserta. Menurutnya, tindakan tersebut berpotensi melanggar etika dan moral penyelenggara negara.
“Jangan semua kegiatan dihalalkan. Masa setiap program dicari-cari landasan hukumnya demi mencairkan anggaran? Apalagi saat ini Presiden sedang gencar mengefisienkan pengeluaran,” tegasnya.
Adib juga menyoroti ketimpangan dalam pelaksanaan demokrasi melalui program seperti ini. Ia menganggapnya tidak adil, terutama bagi calon legislatif (caleg) baru yang tidak memiliki akses atau fasilitas serupa.
“Dari jauh hari, caleg incumbent sudah diberi modal untuk bersosialisasi melalui program ini. Mereka bagi-bagi uang Rp150.000 per pertemuan, ditambah konsumsi. Ini sangat tidak seimbang. Kalau begitu, lebih baik jadikan saja mereka anggota dewan seumur hidup karena tak ada yang mampu melawan di 2029 nanti,” sindirnya.
Menurut Adib, kegiatan Sosper tidak termasuk dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) DPRD, yakni legislasi, anggaran, dan pengawasan. Ia menegaskan bahwa tanggung jawab sosialisasi Perda seharusnya berada di tangan eksekutif melalui dinas terkait, bukan legislatif.
“Jika tugas utama DPRD adalah legislasi, anggaran, dan pengawasan, maka turun ke masyarakat dan membagi-bagikan uang melalui Sosper itu bukanlah tugas mereka. Hal ini jelas menyimpang,” ujarnya.
Adib juga menyoroti potensi pelanggaran dalam pengelolaan APBD. Ia meminta agar organisasi Sekretariat Dewan (Setwan) berhati-hati memasukkan anggaran Sosper yang tidak sesuai dengan tupoksi ke dalam APBD.
“Jika ini di luar tugas pokok DPRD, maka jelas ada pelanggaran. DPRD seharusnya mengawasi penggunaan anggaran, bukan malah menjadi bagian dari normalisasi penyimpangan,” pungkasnya.
Adib berharap ada evaluasi serius terhadap program-program seperti Sosper agar APBD benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan politik pribadi atau kelompok tertentu.(chan/hmi)