JAKARTA | TR.CO.ID
Paus Fransiskus berdialog dengan para pelajar di Jakarta sebagai salah satu rangkaian agenda kunjungannya ke Indonesia. Pimpinan agama Katolik tersebut berdiskusi dengan kurang lebih 200 pelajar di Jakarta yang memiliki beragam latar belakang agama, suku, gender, dan tingkat sosial ekonomi, pada Rabu (4/9).
Ratusan pelajar tersebut merupakan para peserta program Tunas Bineka (Temu Unjuk Kolaborasi Siswa Bineka), yang merupakan kolaborasi antara Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Scholas Occurentes, organisasi sosial yang didirikan oleh Paus Fransiskus.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Program tersebut melatih para pemuda untuk mencintai keberagaman dan menemukan solusi dari berbagai tantangan yang dihadapi generasi muda. “Kita hidup di negara yang ber Bhineka Tunggal Ika, namun kita masih menemui masalah diskriminasi dan perundungan. Program Tunas Bineka dan Scholas mengajarkan kami untuk menghargai perbedaan dan saling bekerja sama untuk memecahkan masalah itu,” ucap Brian Davis, salah satu pelajar SMA Negeri 27 Jakarta yang mewakili rekan-rekannya menyampaikan pesan kepada Paus Fransiskus.
Selain Brian, Christina Octaviany Matondang, pelajar SMA Negeri 113 juga turut menceritakan hal serupa. Ia menuturkan bahwa perbedaan dapat menimbulkan konflik. Oleh sebab itu, persatuan antar umat beragama menjadi sangat penting dalam kehidupan.
Dalam persamuhan dengan Paus Fransiskus, para pelajar SMA di Jakarta juga menampilkan karya seni Polihedra. Karya ini merupakan simbol Persatuan dalam Keberagaman yang digagas Scholas Occurrentes dan diletakkan di Graha Pemuda, Komplek Gereja Katedral, Jakarta. Karya tersebut antara lain berupa potongan karya seni dari para pelajar peserta program Tunas Bineka dan Scholas yang berbentuk lukisan, potongan kain perca, dan karya lainnya.
Ni Made Indhyra Dewi, peserta didik SMK Negeri 58 Jakarta menuturkan bahwa karya seni tersebut dibangun sekira 1.500 orang dari beragam suku, agama, gender dan tingkat sosial ekonomi. “Kami semua berbeda dan menghasilkan satu karya seni yang sama,” ucapnya.
Selanjutnya, Kepala Pusat Puspeka, Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami, mengatakan bahwa dialog antara Paus Fransiskus dengan para pelajar merupakan kesempatan emas bagi para peserta didik SMA. Dalam dialog tersebut, anak-anak belajar memahami permasalahan yang ada dan saling toleransi.
“Dialog ini tidak hanya menjadi kesempatan berharga seumur hidup bagi para pelajar, namun juga menjadi ikhtiar untuk memperkuat karakter para pelajar menjadi agen perubahan di tengah masyarakat,” tutup Rusprita. (fj/mas/dam)